Penyakit Ketinggian 



Disclamer. Tulisan ini bukan merupakan karya saya, melainkan saya tulis ulang dari sebuah buku yang berjudul Facing the Giants bagian Penyakit Ketinggian, miliki Max Lucado.  Saya sangat terberkati dengan buku ini, khususnya pada bagian Penyakit Ketinggian. Oleh karena itu, saya ingin membagikan karya Max Lucado ini melalui tulisan ini. Selamat membaca dan semoga terberkati. Jesus bless you. 


Siapa yang tidak ingin mendaki setinggi mungkin? Entah itu karir, keuangan, pendidikan, ataupun hanya sekedar mendaki gunung? Saya rasa semua orang ingin mendaki setinggi mungkin. Boleh-boleh saja Anda mendaki setinggi mungkin. Bukanlah hal yang mustahil untuk Anda dapat menanjak, berdiri atau naik jauh lebih tinggi melebihi semua orang. 

Namun jika Anda terlalu lama berada di ketinggian, maka dua dari panca indera Anda akan terganggu. Pendengaran akan menjadi berkurang. Suara-suara orang yang berada jauh dibawah Anda akan terdengar samar-samar. Penglihatanpun menjadi kabur. Sulit untuk memusatkan perhatian pada orang lain jika Anda berada di ketinggian. Mereka tampak begitu kecil. Bahkan Anda akan sangat kesulitan untuk membedakan antara orang yang satu dengan yang lainnya.

Anda tidak dapat mendengar mereka. Anda tidak dapat melihat mereka. Anda berada jauh di atas mereka.

Begitulah persisnya kondisi Daud. Daud tidak pernah berada di posisi setinggi sekarang sebelumnya. Puncak kejayaan diraihnya dalam usia 50 tahun. Wilayah Israel semakin teebentang luas. Negara yang dipimpinnya semakin makmur. Sepanjang 20 tahun kekuasaannya, Daud menancapkan dirinya sebagai pahlawan, musisi, negarawan, raja yang luar biasa. Kabinetnya kuat, selalu jaya di medan tempur. Memiliki pemerintahan yang tiada cela. Dicintai rakyatnya. Dipatuhi pasukannya. Dituruti khalayak. Daud berada di posisi yang sangat tinggi. 

Posisi Daud saat ini jauh bertolak belakang dengan sosoknya ketika kita menemuinya di Lembah Ela: berjongkok di parit dan mencari lima buah batu yang halus. Posisinya benar-benar rendah dan juga lemah. 

Tiga puluh tahun kemudian keadaannya berbalik 180 derajat. Daud berada di posisi tertinggi dan terkuat se-Israel. berada di tempat tertinggi kerajaan, tertinggi di kota, yakni di balkon yang menghadap ke Yerusalem. 

Padahal seharusnya ia berada bersama dengan orang-orangnya di medan tempur, berada di atas pelana kudanya untuk berperang. Namun ia tidak melakukannya, Daud memilih untuk tinggal di Istananya menikmati malam yang hangat, suasana musim semi yang indah dan menyuruh para pelayanan dan prajuritnya untuk berperang. 

Pandangannya tertumbuk pada sosok seorang perempuan yang sedang mandi dan ia menyukai pemandangan tersebut. Maka Daud pun menyuruh pelayananya mencari tahu siapa perempuan itu. 

"Wanita itu adalah Batsyeba anak Eliam. Ia adalah istri Uria orang Het (2 Samuel 11:3, New Century Version)." 

Demikianlah pelayanan itu menyampaikan informasi yang disertai dengan peringatan kepada Daud. Pelayan itu tidak hanya menyebutkan nama perempuan itu, tetapi juga status pernikahan serta nama suaminya. Apa maksudnya mengatakan bahwa perempuan itu sudah bersuami, jika bukan untuk memperiangkan Daud? Apa perlunya pula menyebut nama suaminya, jika Daud tidak mengenal orang itu? 

Ayat berikutnya menggambarkan bagaimana awal mulanya Daud mulai tergelincir. 

"Maka Daud mengirim seorang pembawa pesan untuk membawa Batsyeba kepadanya. Ketika wanita itu datang kepadanya, Daud menjalin hubungan seksual dengannya." (2 Samuel 11:4, New Century Version). 

Dalam cerita ini Daud terlihat sangat berbeda ketika Ia di Padang Gurun. Daud berkali-kali "menyuruh". Ia menyuruh Yoab turun ke medan tempur (ayat 1). Ia menyuruh orang mencari tahu siapa Batsyeba (ayat 3). Ia menyuruh orang membawa Batsyeba (ayat 4). Ketika Daud mengetahui bahwa Batsyeba mengandung, ia menyuruh Yoab agar menyuruh Uria pulang ke Yerusalem, namun Uria menolak karena ia berbudi muliah. Oleh karena itu, Daud menyuruh Uria kembali ke garis depan pertempuran terhebat suapaya ia terbunuh. Kemudian Daud menyuruh membawa Batsyeba kepadanya dan menikahi perempuan itu (Ayat 27). 

Mengapa Daud berubah 180 derajat? Jawabannya mudah saja, penyakit ketinggian. Ia terlalu lama berada di ketinggian. Tipisnya oksigen memengaruhi kepekaan indrawinya. Ia tidak mampu mendengar dengan jelas peringatan yang disampaikan pelayannya tidak mampu ia tangkap. Ia juga tidak dapat mendengar suara hatinya ataupun suara Tuhan. Puncak kejayaan menulikan telinga dan membutakan matanya. Andapun akan mengalami hal serupa jika terlalu lama berada di puncak. 

Cerita Daud dan Batsyeba tidak hanya sekedar tentang hawa nafsu, tetapi merupakan cerita tentang kekuasaan. Kisah tentang seseorang yang terangkat terlalu tinggi dibandingkan dengan yang dapat ditanggungnya. Cerita tentang seseorang yang perlu mendengar kata-kata ini: "Turunlah, sebelum engkau jatuh."

"Mula-mula timbul kecongkakan, selanjutnya terjadilah kehancuran - semakin besar ego seseorang, jatuhnya semakin keras" (Amsal 16:18, The message). 

Allah membenci kecongkakan. Dia benci melihat anak-anaknya jatuh. 

Daud tidak pernah benar-benar berhasil memenangkan pertandingannya melawan raksasa ini. Jangan melakukan kesalahan seperti yang dilakukannya. "Jauh lebih bijaksana untuk turun gunung daripada jauh dari atasnya." 

Kejarlah kerendahan hati. Rendah hati bukan berarti rendah diri, tetapi Anda menganggap diri Anda rendah. 
"Jangan suka melebih-lebihkan dirimu sendiri atau posisimu, tetapi cobalah untuk memiliki perkiraan yang wajar tentang kemampuanmu sesuai dengan iman yang telah diberikan Allah kepadamu" (Roma 12:3, versi Philips). 

Jangan takut miskin. Kita semua sama-sama tidak punya apa-apa dan diberkati. 
"Orang datang ke dunia tanpa membawa apa-apa, dan ketika ia mati mereka pun tidak meninggalkan apa-apa" (Pengkotbah 5:15, New Century Version). 

Jangan menganggap diri sebagai selebriti. 
"Duduklah di kursi yang bukan untuk orang penting. Ketika tuan rumah datang kepadamu, ia mungkin akan berkata, 'Sahabat, pindahlah ke tempat bagi orang penting.' Maka semua tamu yang lain akan menghormatimu" 9Lukas 14:10, New Century Version). 

Bukankah Anda lebih suka diundang untuk naik, daripada diperintahkan untuk turun? 

Anda memiliki obat untuk mengatasi kesombingan dan tinggi hati: Turunlah dari puncak gunung. Anda akan terpesona dengan apa yang Anda dengar dan siapa yang Anda lihat. Dan, Anda pun akan dapat bernapas lebih lega.  

Comments

Popular posts from this blog

Fall to Fly Higher

Friendship Shopping and How to Do Well