God's Agenda: "yet not my will, but yours be done"

God's Agenda: "yet not my will, but yours be done"

Banyak diantara kita yang telah memiliki rencana dan harapan akan masa depannya. Pastinya rencana-rencana atau mimpi-mimpi yang diharapakan adalah mimpi-mimpi indah dan rencana terbaik yang bisa kita pikirkan. Siapa sih yang ingin kekacauan terjadi dalam kehidupannya? Kurasa tidak ada seorangpun yang ingin mengalami hal tersebut, begitupun denganku. Semua orang waras pasti ingin hidupnya berjalan mulus sesuai dengan rencana-rencana terbaik yang telah ia susun, tanpa ada intervensi dari mana pun dan siapapun. 

Namun, realitanya yang terjadi seringkali berkebalikan dari apa yang kita inginkan. Seringkali apa yang kita inginkan Semesta tidak mengkehendakinya. Tak jarang kita malah mendapatkan apa yang paling kita hindari. 

Desember 2020, menjadi bulan tutup tahun yang cukup bersejarah bagiku. Bulan dimana "kekacauan" muncul dalam kehidupanku. Saat itu, dengan berat hati aku harus menutup tahun 2020 dan membuka tahun 2021 dengan status seorang pengangguran. Bukan karna PHK tapi karna resign. Ya, resign. Setelah delapan bulan bekerja dan bergumul tiga bulan, bulan november aku memutuskan untuk pamit dari kantor pertamaku, demi kewarasan, value dan prinsip yang tidak akan aku kompromikan. 

Satu kalimat doa yang saat aku katakan: "Tuhan, aku mau kerja di tempat yang nyaman. Aku uda enggak mau ngejar karir, ngk mau ngejar big company/multinational company, enggak mau ngejar gaji tinggi. Gaji UMR cukup, yang penting kebutuhan pokok terpenuhi dan sebulan bisa nabung satu juta sudah cukup. Aku mau di surabaya aja, karna aku sudah nyaman disini." 

Januari 2021, aku masih waras dan masih menikmati hari-hari menunggu panggilan interview sambil mengerjakan hal yang sangat aku enggak suka, jualan. Meskipun aku lahir dan dibesarkan oleh seorang pengusaha tapi jujur aku enggak suka bisnis. Karena kondisi, mau tidak mau aku harus keluar dari zona nyaman dan membuka diri untuk semua peluang dan kesempatan. Lumayan lah,, hasil dari jualan cookies bisa untuk bayar biaya utilitas 2 bulan. 

Februari 2021, ketidakwarasan mulai datang. Disamping bergumul banget untuk mendapatkan pekerjaan yang aku mimpikan (yaa pekerjaan yang menurutku akan sempurna untukku) dan bergumul untuk berdamai dengan kejadian demi kejadian di kantor sebelumnya dan juga trauma untuk kembali bekerja.

Sampai pada satu titik, aku menghubungi salah seorang kakak rohani dan dikenalkan oleh salah seorang yang luar biasa bagiku, salah satu orang yang paling berpengaruh hingga aku bisa sampai di titik ini. Di tengah-tengah online sharing itu, ada satu suara yang tiba-tiba muncul. 

Kurang lebih Ia bilang gini: "Ibarat seperti kecil kalau dia mau menerima boneka yang lebih besar dari boneka yang saat ini dia genggam, dia harus buka tangannya. Dia ngk akan bisa menerima boneka yang lebih besar kalau gak mau buka tangan. Tapi, kalau dia buka tangan, apa yang ada di tangannya saat ini kemungkinan akan jatuh." Jujur seketika aku cuma bisa nangis. Karena kurang lebih sudah satu bulan aku sangat-sangat-sangat menggenggam proses rekrutment di dua perusahaan yang menurutku saat itu perusahaan yang paling pas buatku. Tapi apa yang aku harapkan seolah jalan buntu, tapi aku tetap berusaha untuk mendapatkan. Pada akhirnya aku stress sendiri saat itu. 

Malam itu juga, sambil nangis, aku cuma bisa bilang "Tuhan oke. aku mau buka tanganku. Aku mau terima hadiah yang uda Kau sediakan. Aku mau hadiah itu, aku mau buka tanganku dan ngelepas perusahaan A dan B." 

Beberapa hari setelah online sharing aku mendapat email interview dari dua perusahaan yang enggak pernah aku pikirkan sebelumnya. Lamarannya pun sudah aku apply di tahun lalu. Bahagia pake banget, tapi kedua perusahaan itu lokasi di Jakarta, dimana saat itu aku sudah enggak ada niatan sama sekali untuk hijrah ke ibukota. Berbekal kepo dan enggak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa coba interview di multinational company, aku penuhi panggilan interviewnya. 

Lucunya, yang awalnya aku hanya iseng ikut interview, selesai dari interview seakan-akan aku seperti jatuh cinta dengan user yang menginterviewku, yang sekarang menjadi Managerku. Semenjak saat itu, aku punya keinginan untuk bisa lolos, tapi masih dengan dilema untuk harus ke jakarta. 

Long short story, kurang lebih tiga bulan lamanya mulai dari interview sampai dengan akhirnya aku mendapatkan offering letter. Bukan proses yang cepat dan mudah bagiku. Banyak hal terjadi ditengah-tengah setiap proses. Sampai dengan konflik internal keluarga juga terjadi saat itu. Sampai di hari-H aku berangkat ke Jakarta, banyak hal terjadi. 

H-7 hari, kakak dinyatakan positif covid-19. Dilema harus pergi, dengan masih ada pertentangan yang belum clear ditengah keluarga untuk aku berangkat atau tidak. Ditambah dengan ketakutan kalau aku juga akan tertular sehingga enggak bisa berangkat. 

Satu hal yang menjadi kekuatan dan yang aku pegang selama proses interview sampai dengan saat ini: "Jika itu adalah bagianmu dan tempatmu tidak ada siapapun dan apapun yang bisa menghalangi terlebih menggagalkannya." 

Saat itu, agendaku bukan lagi bekerja di perusahaan besar, terlebih lagi di Jakarta. Saat itu agendaku adalah kenyamanan di Surabaya. Sebisa mungkin lari dari namanya dunia kerja, karena trauma.

Tapi Tuhan punya agenda lain. Di kala itu, aku enggak bisa melihat maksud dan tujuannya. Walaupun sebenarnya sekarangpun jika ditanya: "apakah paham maunya Tuhan apa?" jawabku akan tetap sama: "Tidak! Tapi aku tahu kalau agenda Tuhan jauh lebih indah daripada agendaku. So, not my will but yours be done!" 

Terima kasih untuk pengalaman kerja pertamaku, yang sudah menghancurkan idealisme, ambisi, perfectionist anak freshgraduate dan memaksanya untuk lebih realitis (serius aku bersyukur akan hal ini!). Jika tidak ada pengalaman-pengalaman itu, i don't think i would be like who i am today. I don't think i will write this story.


"I will instruct you and teach you in the way you should go; I will counsel you with my loving eye on you."  - Psalm 32:8 (NIV)



Comments

Popular posts from this blog

Fall to Fly Higher

Friendship Shopping and How to Do Well